Langkah Yunus terasa ringan saat menuruni tangga pesawat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Matanya berbinar, menyapu pemandangan di sekelilingnya. Angin hangat dari tanah Arab menyambutnya, membawa haru yang begitu dalam. Setelah menunggu lebih dari setengah abad, ia akhirnya tiba di Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji.

Yunus (72) bukanlah seorang pengusaha besar atau pejabat tinggi. Ia hanyalah seorang petani sederhana dari Campang Tiga, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Namun, tekadnya untuk naik haji begitu besar, mengalahkan segala keterbatasan yang ada. Sejak usianya 20 tahun, tepat pada 1955, Yunus telah menyimpan satu impian: suatu hari nanti, ia akan menginjakkan kaki di Mekkah, beribadah di hadapan Ka’bah, dan merasakan langsung suasana spiritual di tanah yang dijanjikan.

Menabung Sejak Muda, Bertahan dengan Sederhana

Perjalanan menuju Tanah Suci bukanlah perkara mudah bagi Yunus. Dengan hanya bermodalkan sepetak sawah, ia harus bekerja keras, menanam padi, menunggu panen, lalu menjual hasilnya. Namun, dari hasil panennya itu, ia tidak serta-merta menikmati semua keuntungan. Sedikit demi sedikit, ia menyisihkan uang untuk ditabung.

“Saya sadar, kalau hanya mengandalkan uang dari hasil panen, mungkin akan sulit. Maka, saya putuskan untuk membeli emas dan menyimpannya,” kenangnya. Cara ini ia lakukan dengan penuh disiplin selama 10 tahun, meskipun dalam kehidupan sehari-hari ia dan keluarganya tetap hidup dalam kesederhanaan.

Tak jarang, ia harus menahan diri dari keinginan-keinginan kecil. Saat orang lain menikmati hasil panen dengan membeli barang baru atau memperbaiki rumah, Yunus tetap teguh dengan rencananya. “Saya selalu bilang ke istri, kalau kita sabar, insya Allah nanti kita bisa berangkat,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Perjuangan Panjang yang Membawa Berkah

Usaha Yunus tak sia-sia. Setelah lebih dari lima dekade menabung dan berjuang, akhirnya ia berhasil mengumpulkan biaya haji, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk istri dan dua anaknya. Ini adalah pencapaian luar biasa bagi seorang petani kecil yang tak pernah menyerah pada keadaan.

Di Bandara King Abdul Aziz, Yunus tampak begitu bersemangat. Mengenakan pakaian ihram, ia berjalan mantap menuju ruang tunggu, menenteng tas kecilnya dengan tangan kokoh. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan istri dan anak-anaknya tak tertinggal.

Meskipun sudah berusia lanjut, tubuhnya tetap terlihat bugar. Kulitnya yang mulai keriput dan tubuhnya yang sedikit kurus tak mengurangi semangatnya untuk menjalankan ibadah dengan maksimal. Seorang petugas haji yang melihatnya tersenyum hangat, lalu menepuk pundaknya.

“Selamat jalan, Pak Yunus. Semoga mendapat haji yang mabrur,” ujar sang petugas.

Yunus hanya tersenyum. Hatinya terasa penuh. Ia tidak pernah membayangkan bahwa impiannya yang dulu tampak begitu jauh kini telah menjadi kenyataan. Perjalanan panjangnya membuktikan bahwa dengan niat yang tulus, doa yang terus-menerus, dan usaha yang tanpa lelah, tidak ada impian yang mustahil.

“Kalau ada niat, pasti ada jalan,” ujarnya.

Dan hari itu, Yunus akhirnya melangkah menuju Tanah Suci, memenuhi panggilan yang telah ia nantikan selama 52 tahun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *